Pembelajaran di sekolah
ternyata menyisakan ruang sunyi bagi kreatifitas, khususnya bagaimana sekolah
mampu menciptakan pelajar-pelajar yang kreatif. Padahal sumbangan kreatifitas
bagi bangsa ini tidaklah kecil. Kiprah para pemuda kreatif dengan ekonomi
kreatifnya mampu menyumbang 7,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara ini
pada tahun 2009. Bahkan sektor ini mampu menyerap lebih dari 7 juta tenaga
kerja. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu bahkan menganggap penting ekonomi
yang dimotori oleh kreativitas ini, karena dianggap sebagai sumber daya
terbarukan dan mengandalkan ide sehingga tidak akan ada habisnya untuk
dikembangkan di masa depan. Namun demikian, harapan ini akan pupus jika saja
sekolah sebagai tempat pendidikan para pelajar kreatif tidak mendukung
pengembangan kreativitas. Lebih parah lagi, jika sekolah malah mengkerdilkan
arti kreatifitas dan membuat siswanya tidak kreatif.
Bagaimana caranya?
Budaya sekolah mesti diarahkan
untuk membangkitkan potensi kreatif para siswa. Guru-guru didorong untuk berani
mengambil inisiatif kreatif dalam pembelajaran yang dilakukannya. Iklim yang
mendukung siswa agar bisa menjadi lebih kreatif perlu dikembangkan seperti;
siswa diberikan kebebasan dalam menyatakan pendapat dan perasaannya tanpa
merasa takut mendapat ancaman dari guru. Fantasi dan imajinasi anak tidak
diterima secara negatif, bahkan kedua kemampuan tersebut dibiarkan berkembang melalui
pemberian fasilitas secukupnya. Sekolah mesti memperbanyak kegiatan-kegiatan
kreatif yang melibatkan siswa sehingga mereka mampu menyalurkan hasrat kreatif
mereka sekaligus melatih mereka untuk mengapresisai karya kreatif siswa yang
lain.
Semangat dasar yang perlu dikedepankan
dalam lingkungan sekolah adalah bagaimana pendidik bisa melihat siswa-siswi sebagai
sebuah pribadi yang utuh dengan segala bakat, minat dan kemampuannya. Oleh
karena itu, memandang siswa sebagai subyek akan lebih memberikan dampak positif
dalam pengembangan kreatifitas daripada melihat mereka sebagai obyek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar